Medan || Memasuki masa kampanye, Pilkada Sumut 27 November 2024 yang akan datang, KPU Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengeluarkan jadwal kampanye, dari tanggal 25 September s.d 23 November 2024.
Dengan dikeluarkannya masa kampanye pilkada serentak untuk Sumut 2024, maka Walikota Medan, Bobi Afif Nasution, yang salah satu peserta paslon dalam mengikuti kontestasi Pilgub Sumut 2024, diperbolehkan mengambil Cuti diluar Tanggungan Negara.
Berhubung Wakil Walikota Medan tidak mengikuti kontestasi Pilkada serentak 2024, maka secara otomatis, Aulia Rahman yang akan menjabat sebagai Plt Walikota Medan.
Sebagai Wakil Walikota Medan, Aulia Rahman menerima SK Plt Walikota, dengan Nomor : 800/10298, tertanggal Medan 23 September 2024, dan ditandatangani oleh Pj Gubsu Agus Fahtoni, dengan isi petikan sebagai berikut; Berdasarkan ketentuan Pasal 65 ayat (4) Undang Undang No.23 tahun 2024 tentang Pemerintahan Daerah dan seterusnya.
"Atas petikan isi SK Plt Walikota Medan Aulia Rahman yang ditandatangani oleh Pj Gubsu Agus Fatoni itu, Apa Tidak Salah!?, karena isi petikan SK Plt Walikota Medan itu, tertulis mengacu kepada UU No.23 tahun 2024, yang bunyinya tentang Pemerintahan Daerah, namun setelah dibuka UU No.23 tahun 2024 itu, berisikan tentang Pemekaran Wilayah Tapanuli Tengah (Tapteng) (???), Nah, lho," ungkap Ketua Masyarakat Garuda Sumatera Utara (Margasu), Hasanul Arifin Rambe, kepada Media, Rabu (16/10/2024).
Pemuda sawo matang ini, yang akrab disapa Gopal Ram, juga menyayangkan atas tindakan Pj. Gubsu Agus Fahtoni yang disinyalir mengabaikan isi petikan SK Plt Walikota Medan yang ditandatanganinya, namun tidak mengoreksi terlebih dahulu sebelum ditandatangani.
"Sekelas Pj Gubsu Agus Fahtoni sangat disayangkan adanya dugaan pengabaian atau abai dalam mengoreksi isi SK terlebih dahulu sebelum ditandatanganinya. Apakah isi SK tersebut terdapat kesalahan, atau tidak, baik dalam penulisannya, eyd, titik, koma dan sebagainya," pungkas Ayah empat anak ini, yang juga sebagai Wakil Ketua Perisai Sumatera Utara.
Mau dibawa kemana Sumut ini, sambungnya, jangan dikira sebagai Pj Gubsu, sudah dapat seenaknya memimpin dan menguasai Sumatera Utara seutuhnya, dengan gaya dan caranya tanpa mempertimbangkan banyak Raja Raja juga disini, baik itu Raja Raja Melayu mau pun Raja Raja Bataks.
"Tidak laku Raja Jawa disini, apalagi untuk cawe cawe, No! Ini Medan Bung!" tegasnya.
Sementara itu, kata Hasanul, ke-11 Pj. kepala daerah lainnya, SK nya yang menandatangani a.n Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Plh Sekretaris Ditjen Suryawan Hidayat ST.
Hasanul berharap Mendagri Tito Karnavian mengevaluasi SK Pj. Walikota Medan Aulia Rahman dan mengganti Pj. Gubsu Agus Fatino dengan orang yang memiliki integritas.
"Tolong perbaiki SK Plt Walikota Medan Aulia Rahman dan juga Diminta kepada Mendagri untuk segera, Copot! Agus Fatoni sebagai Pj. Gubsu dengan pejabat yang berintegritas, karena diduga apa yang dilakukannya, menimbulkan semakin bobroknya birokrasi administrasi pemerintahan di Sumatera Utara ini," serunya.
Jika tidak, jangan salahkan gelombang aksi protes akan terus datang bergantian ke Kantor Gubsu," tambahnya.
Sementara terpisah, Pj. Gubernur Sumatera Utara Agus Fatonah, saat dikonfirmasi awak media ini, dihubungi melalui nomor selular 0811 18xx xxx tidak pernah diangkat, status berdering, begitu juga dengan pesan singkat whatsup, terkoreksi garis dua, tetap tidak mendapat jawaban hingga saat ini.
Selanjutnya, Praktisi Hukum Sumatera Utara, Mazwindra, SH, dalam tanggapannya mengatakan, bahwa untuk apapun yang dilakukan oleh Pj Gubsu dalam bertindak atau menandatangani sebuah dokumen atau SK ada baiknya dibaca terlebih dahulu sebelum ditandatangani atau dikeluarkan, baik itu berupa dokumen, SK atau sejenisnya, untuk memastikan apakah ada kesalahan di tulisan atau apapun itu, bila ada kesalahan tulisan dan sebagainya dapat secepatnya diperbaiki.
"Menghindari kesalahan yang fatal ada baiknya dikoreksi kembali dokumen atau SK yang akan ditandatangani, meminimalisir kekhilafan dan kesalahan baik tulisan maupun lainnya," terangnya.
Begitu juga terkait Pj. Gubsu yang enggan atau bahkan bungkam untuk dikonfirmasi media, sebaiknya itu juga harus dihindari, karena itu sudah menjadi tanggung jawab atau resiko sebagai penjabat publik di pemerintahan.
"Penjabat publik jangan pernah riskan untuk menerima baik di kantor maupun melalui sambungan selular atau via whatsup, untuk menjawab konfirmasi wartawan, jika tidak salah mengapa harus takut dikonfirmasi. Dan lagi, Penjabat publik itu juga harus tahu bahwa wartawan itu bertugas berdasarkan UU No.40 tahun 1999, tentang Pers dan Pers ini merupakan Pilar ke-4 Demokrasi di NKRI, serta yang terpenting adalah konfirmasi, jika wartawan menayangkan berita tanpa terlebih dahulu konfirmasi, itu merupakan Pelanggaran Kode Etik Jurnalis dan untuk itu, ada sanksinya.
[pm rud]
0 comments:
Posting Komentar