PA KPA PPTK dan Bendahara, Status Terdakwa Kasus Korupsi Dimana Berkas Lengkap P21 dan SPDP, Kok Ada Yang Bebas?

  



 

Medan || publikmetro.com || Mendengar putusan vonis bebas kasus dugaan Korupsi mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Muhammad Armand Effendy Pohan (56) selaku Pengguna Anggaran (PA) oleh Hakim Ketua Jarihat Simarmata dan Hakim Anggota Safril Batubara dalam putusan yang dibacakan di persidangan yang digelar secara virtual diruang cakra 2 Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Medan, kemaren, menyatakan bahwa terdakwa Effendy Pohan tidak terbukti bersalah melakukan tindakan pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Langkat Mohammad Junio Ramandre. 




Atas putusan vonis bebas yang tidak ada logika hukumnya itu membuat Pengamat Hukum Muslim Muis angkat bicara dan merasa putusan itu tidak masuk akal. "PA itu bertanggungjawab terhadap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), PPTK dan Bendahara Pengeluaran, tetapi kok bisa ya PA nya divonis bebas, ya vonis bebas jugalah yang lainnya," terang Muslim Muis kepada para awak media di Medan, Jumat (25/2/2022).




Muslim Muis juga mengatakan terkait putusan vonis itu telah terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat) dimana Hakim Anggota Ibnu Kholik menyatakan bahwa Effendy Pohan terbukti melakukan Korupsi Pemeliharaan Jalan di Kabupaten Langkat, yang bersumber dari dana APBD Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp2.499.769.520,-  yang dianggap sah dan berkeyakinan bahwa terdakwa Effendy Pohan terbukti ada menerima aliran dana sebesar Rp1.070.000.000,- serta menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan subsidair.




"Kok bisa ya salah satu hakim anggota dalam dissenting opinion ini diduga tidak dianggap oleh hakim ketua, yangmana logika hukumnya apabila kasus tindakan pidana korupsi telah menjadi tersangka dan naik menjadi terdakwa setelah berkas kasus tindakan pidana korupsi ini lengkap, P21 oleh pihak kepolisian dan lengkap juga berkas SPDP ke kejaksaan, lalu tiba-tiba hakim memvonis bebas terdawa Effendy Pohan selaku PA, sementara PA ini bertanggungjawab penuh terhadap KPA, PPATK dan Bendahara Pengeluaran, loh ada apa ini?" ujar Muis sambil bertanya. 




Lanjut Muis, terdakwa merupakan pengguna anggaran lepas dari jerat hukum, sementara 3 terdakwa lainnya yakni Irman Dirwansyah selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Agussuti Nasution ST selaku PPATK dan Tengku Syahril selaku Bendahara Pengeluaran terbukti bersalah melakukan tindakan pidana korupsi.



"Ada apa di Pengadilan Negeri Medan ini?, jelas-jelas ada kerugian negara yang cukup besar disini, lalu terdakwa EP selaku PA bebas, jadi yang bertanggungjawab itu siapa ya?, memang putusan ini luar biasa, terdakwa yang merupakan pengguna anggaran selaku Kadis kok bisa bebas dari jerat hukum, apapun ceritanya, terdakwa harus terlibat. Makanya dengan vonis bebas itu, jaksa harus mengajukan kasasi terkait putusan bebas tersebut, karena jaksa sudah susah payah melakukan penyelidikan hingga penuntut, namun diputus bebas oleh hakim. Ini ada apa, keputusan ini harus dipertanyakan. Sejauh mana keterlibatan hakim dalam berkeyakinan membebaskan terdakwa dan Muis juga meminta agar jaksa jangan hanya melakukan upaya Kasasi saja, namun jaksa juga harus melaporkan hakimnya terkait putusan bebas tersebut ke Komisi Yudisial (KY)," tukasnya. 



Menurut pengacara kondang asal Medan ini, langka untuk melaporkan hakim itu dilakukan agar dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa jaksa itu komit dalam memberantas tindak pidana  korupsi.



"Kita meminta kepada jaksa selaku eksekutor dan garda terdepan dalam memberantas korupsi untuk melaporkan hakim yang telah memvonis bebas terdakwa. Kita meminta agar hakim tersebut dilaporkan. Kalau perlu jaksa datang ke Komisi Yudisial atau ke Mahkamah Agung. Kita ingin melihat sejauh mana taji jaksa, jangan pula mereka yang takut dengan hakim," bilangnya. 



Sementara awak media ini mengkonfirmasi Kasi Intelijen Kejari Langkat, Boy Amali. Dalam hal ini Boy Amali menyatakan bahwa Team JPU Kajari Langkat telah melakukan upaya hukum Kasasi ke MA, karena sebelumnya terdakwa Effendy Pohan dituntut pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsidair selama 3 bulan penjara.(pm red)

Share on Google Plus

About GROUP MEDIA KOMPAS7

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Posting Komentar